
Pringsewu, jurnallaampung. Com, – Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Gerakan Perubahan Indonesia (LPK-GPI), Elnofa Hariyadi, secara tegas meminta Inspektorat Kabupaten Pringsewu, khususnya Irban III, segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap anggaran Dana Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pekon Podo Moro tahun 2022.
Langkah ini diambil menyusul munculnya dugaan penyimpangan keuangan dan hilangnya aset desa berupa tiga ekor sapi yang dibeli menggunakan dana publik, namun tidak jelas laporan dan penggunaannya.
Dugaan penyimpangan muncul setelah warga mempertanyakan penjualan tiga ekor sapi milik BUMDes yang dibeli dari dana desa untuk program peternakan. Penjualan dilakukan pada tahun 2023 dan 2024, namun warga tidak pernah menerima laporan pertanggungjawaban resmi. Ketua BUMDes mengklaim uang hasil penjualan “masih ada” namun belum digunakan, tanpa menunjukkan bukti keuangan yang sah.
Ketua LPK-GPI, Elnofa Hariyadi, menyatakan keprihatinan mendalam dan menyebut bahwa kasus ini mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik di tingkat desa.
“Kami akan mengirimkan permintaan resmi kepada Inspektorat untuk melakukan audit penuh. Ini penting agar tidak ada celah penyalahgunaan dana rakyat. Kami ingin dana desa dikelola untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir oknum,” tegas Elnofa, Kamis (24/4/2025).
Isu ini mulai ramai diperbincangkan warga sejak awal April 2025, setelah media mengungkap dugaan tidak transparannya pengelolaan dana dan aset BUMDes. Warga mendesak agar aparat terkait turun tangan karena tidak ada laporan ke Badan Permusyawaratan Pekon (BHP) maupun musyawarah desa.
Peristiwa ini terjadi di Pekon Podo Moro, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Desa ini menjadi sorotan publik karena kasus dugaan penyelewengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Menurut Elnofa Hariyadi, audit diperlukan karena ada indikasi kuat penyalahgunaan dana dan aset desa. Tidak adanya pelaporan terbuka, serta lemahnya pengawasan dari Kepala Pekon, menjadi alarm serius yang harus direspons cepat oleh pihak Inspektorat.
“Jika uang hasil penjualan sapi masih ada, seharusnya bisa ditunjukkan dalam bentuk dokumen resmi, bukan hanya klaim sepihak. Apalagi dana desa itu berasal dari negara dan hak seluruh warga,” ujarnya.
LPK-GPI akan segera menyurati Inspektorat Pringsewu dan mendorong dilakukan audit tidak hanya terhadap aset BUMDes, tetapi juga terhadap seluruh anggaran Dana Desa tahun 2022, termasuk program layanan internet yang menelan anggaran hingga Rp300 juta namun hasilnya tidak jelas.
LPK-GPI juga membuka jalur aduan warga untuk menampung laporan atau bukti tambahan yang bisa memperkuat proses investigasi.
“Ini bentuk komitmen kami sebagai lembaga perlindungan konsumen. Desa bukan milik pribadi. Uang desa harus kembali untuk rakyat,” tutup Elnofa Hariyadi.”
(TIM RED)