Pringsewu, jurnallampung.cpm,-– Dugaan korupsi Dana Desa kembali menyeruak ke permukaan. Kali ini, sorotan publik mengarah kepada Kepala Pekon (Kakon) Panjerejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, atas dugaan kuat penyalahgunaan anggaran Dana Desa tahun 2024. Temuan ini mengundang keprihatinan sekaligus kemarahan masyarakat, yang menilai penggunaan dana publik di desa mereka sarat ketidakjelasan dan potensi penyelewengan.

Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2024 yang diperoleh tim media, terdapat sejumlah pos anggaran yang dinilai tidak rasional dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Di antaranya:
Dana mendesak senilai Rp 46.800.000, yang tetap dianggarkan meskipun tidak ada situasi darurat atau kejadian luar biasa di Pekon Panjerejo.
Anggaran “Pengadaan, Pembangunan, Pemanfaatan, dan Pemeliharaan Sarana Prasarana Pemasaran Produk” sebesar Rp 48.110.000, namun hingga kini belum ada output fisik atau kegiatan nyata yang bisa dilihat masyarakat.
Penyelenggaraan Informasi Publik Desa sebesar Rp 30.000.000, yang diklaim untuk pembuatan baliho dan poster, tapi dinilai terlalu besar dan tidak transparan.
Anggaran informasi publik kepada warga sebesar Rp 15.000.000 yang dianggap tumpang tindih dan tidak jelas realisasinya.
Sosok yang menjadi pusat perhatian adalah Miswanto, Kepala Pekon Panjerejo. Sebagai pejabat publik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengelolaan dana desa, ia justru menunjukkan sikap yang tidak kooperatif ketika hendak dikonfirmasi oleh awak media. Dalam beberapa kesempatan, Miswanto disebut-sebut berusaha menghindari wartawan dan tidak pernah memberikan penjelasan secara terbuka kepada masyarakat.
Ketika dikonfirmasi oleh media ini pada Kamis, 29 Mei 2025, Miswanto hanya menjawab singkat melalui pesan WhatsApp:
“Sedang di jalan menuju Rutan Kota Agung, mau besuk ponaan mas.”
Namun setelah itu, ia tidak merespons lebih lanjut, bahkan terkesan menghindari permintaan wawancara atau klarifikasi lanjutan.
Temuan dan upaya konfirmasi berlangsung sejak awal Mei hingga menjelang akhir bulan, dengan fokus lokasi di Pekon Panjerejo, wilayah administratif Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Sejumlah wartawan dari berbagai media lokal maupun nasional disebut telah mendatangi kediaman kepala pekon secara bergiliran untuk memperoleh informasi langsung dari pihak yang bersangkutan.
Namun, hasilnya nihil. Menurut pengakuan seorang warga yang enggan disebutkan namanya,
“Dia jarang di rumah, Pak. Gak tau kenapa. Padahal hampir tiap hari ada wartawan datang ke rumahnya, tapi ya gak pernah ketemu,” ujarnya saat ditemui di sekitar lingkungan kediaman Kepala Pekon.
Penggunaan Dana Desa seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pembangunan di tingkat desa, serta mendorong partisipasi warga dalam pengambilan keputusan pembangunan lokal. Namun, dugaan adanya penyalahgunaan anggaran ini justru menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparatur desa. Anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan produktif justru disinyalir diselewengkan atau digunakan tidak sesuai prioritas.
Masyarakat Pekon Panjerejo kini menuntut adanya audit terbuka dan investigasi menyeluruh dari pihak berwenang, baik dari Inspektorat Kabupaten Pringsewu, Kepolisian, maupun Kejaksaan Negeri Pringsewu. Desakan ini muncul sebagai respons atas tidak adanya itikad baik dari Kepala Pekon untuk menjelaskan penggunaan dana secara terbuka kepada publik.
Pentingnya masyarakat juga harus ikut serta menyuarakan keterlibatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan LSM pemantau anggaran untuk turut serta mengawasi dan menyelidiki proses realisasi Dana Desa tahun anggaran 2024 di Pekon Panjerejo.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya peran media dan masyarakat dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas anggaran publik di tingkat desa. Dalam era keterbukaan informasi, pejabat publik seperti kepala pekon seharusnya bersikap terbuka, bukan malah menghindar dari wartawan dan menutup diri dari pertanyaan kritis warga.
Jika dugaan ini terbukti, maka tindakan hukum yang tegas harus ditegakkan, agar tidak menjadi preseden buruk dan mencederai semangat desentralisasi pembangunan melalui Dana Desa.
Tim Redaksi | [DIMAS MR]