
Pringsewu, JURNALLAMPUNG.COM Lampung – Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana dan aset Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pekon Podo Moro, Kecamatan Pringsewu, kembali mencuat ke permukaan. Sejumlah warga mendesak Inspektorat Kabupaten Pringsewu segera melakukan audit menyeluruh terhadap keuangan dan operasional BUMDes yang selama ini dinilai tidak transparan dan tertutup dari pengawasan masyarakat.
Salah satu persoalan yang menjadi sorotan warga adalah penjualan tiga ekor sapi milik BUMDes yang hingga kini tidak jelas laporan pertanggungjawabannya. Ketiga sapi tersebut merupakan aset yang dibeli menggunakan dana desa dalam program pengembangan usaha peternakan BUMDes. Namun, menurut warga, sapi-sapi tersebut kini telah hilang tanpa informasi yang memadai kepada masyarakat.
Ketua BUMDes Pekon Podo Moro, Ridho, saat dikonfirmasi media melalui aplikasi WhatsApp pada Senin (21/4/2025), membenarkan bahwa ketiga ekor sapi memang telah dijual.
“Dua ekor dijual tahun 2023 dengan total sekitar Rp46 juta, dan satu ekor lagi dijual tahun 2024 seharga kurang lebih Rp23 juta. Uangnya masih ada, tapi belum diputuskan akan digunakan untuk apa,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Pekon Podo Moro, Supriyo, yang ditemui pada Rabu (23/4/2025), mengaku tidak mengetahui secara pasti pengelolaan aset tersebut.
“Saya hanya mentransfer dana ke rekening BUMDes. Soal pengelolaan, saya tidak tahu menahu. Tapi yang jelas, uang hasil penjualan sapi katanya masih ada,” ujarnya.
Pernyataan ini menuai kritik keras dari warga yang menilai bahwa kepala pekon seharusnya bertanggung jawab dalam pengawasan dan pembinaan terhadap unit usaha desa tersebut. Mereka mempertanyakan bagaimana aset senilai puluhan juta rupiah bisa dilepas begitu saja tanpa ada pelaporan kepada Badan Permusyawaratan Pekon (BHP) atau musyawarah desa.
Sejumlah tokoh masyarakat setempat menilai bahwa pengelolaan dana publik, terlebih yang bersumber dari APBDes, harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Kami tidak pernah dilibatkan dalam rapat atau musyawarah terkait penggunaan hasil penjualan sapi. Tidak ada informasi terbuka. Ini mencurigakan dan harus diperiksa secara hukum,” kata warga sekaligus tokoh masyarakat di Pekon Podo Moro.
Menurutnya, jika uang hasil penjualan masih belum digunakan, maka harus ada bukti keuangan yang bisa diakses dan diperiksa, baik oleh Inspektorat maupun warga.
“Tidak cukup hanya bilang ‘uangnya masih ada.’ Uang itu harus dilaporkan dan dijelaskan dalam bentuk dokumen resmi, bukan cuma lisan,” tegasnya.
Melihat situasi ini, warga secara kolektif akan mengajukan permintaan resmi ke Inspektorat Kabupaten Pringsewu untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap laporan keuangan dan aset milik BUMDes Pekon Podo Moro, termasuk dana pengadaan layanan internet yang sebelumnya juga sempat disorot karena menelan anggaran lebih dari Rp300 juta namun hasilnya tidak jelas.
Warga berharap, dengan adanya audit menyeluruh, berbagai kejanggalan yang selama ini tidak terungkap dapat diusut secara tuntas, dan bila ditemukan pelanggaran, harus ada langkah tegas sesuai hukum yang berlaku.
“BUMDes adalah milik bersama, bukan milik segelintir orang. Jangan sampai uang desa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi,” tutupnya.
(TIM -RED JURNALLAMPUNG.COM)